Jumat, 27 Juli 2012

TEHNIK MEMPERTAHANKAN KELEMBAPAN LUKA



Teknik Mempertahankan Kelembaban Luka
Prinsip Dasar Perawatan Luka
Ada tiga prinsip dasar penyembuhan luka.
1. Identifikasi dan kontrol penyebab sebaik mungkin
2. Konsen dengan dukungan ”patient centered”
3. Optimalisasi perawatan pada luka

Optimalisasi perawatan pada luka
Mengurangi dehidrasi dan kematian sel. Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan luka bahwa sel-sel seperti neutropil dan magrofag membentuk fibroblast dan perisit. Dan sel-sel ini tidak dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.

Meningkatkan angiogenesis. Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga dibutuhkan lingkungan yang lembab tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan oksigen rendah, balutan ”occlusive” dapat merangsang proses angiogenesis ini.
Meningkatkan debridement autolisis. Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka yang memungkinkan mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin yang memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan faktor pertumbuhan ke dasar luka.
Meningkatkan re-epitelisasi. Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai darah dan nutrisi. Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan memberikan barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat.
Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi. Balutan oklusif membalut dengan baik dapat memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang dibalut dengan pembalut oklusif menunjukkan kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut konvensional tersebut.
Mengurangi nyeri. Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga mengurangi nyeri.

Memilih Balutan yang ideal
Pada tahun 1979 Tumer menggambarkan balutan yang ideal dengan karakteristik sebagai berikut:
• Dapat mengangkat eksudat yang berlebihan dan toksin
• Kelembaban tinggi pada permukaan luka
• Memungkinkan pertukaran gas
• Memberikan insulasi termal
• Melindungi terhadap infeksi sekunder
• Bebas dari partikel-partikel dan komponen toksik
• Tidak menimbulkan trauma saat mengangkat/mengganti balutan

Walau bagaimanapun tidak ada suatu balutan yang dapat berfungsi magis ”one-size-fits-all”. Sebagai praktisi klinis sangat penting untuk memahami karakteristik dari perbedaan balutan dan penggunaannya sesuai dengan perkembangan fase penyembuhan luka, karakteristik luka, dan faktor risiko dari pasien yang mempengaruhi penyembuhan dan ketrampilan dari perawat itu sendiri.
Balutan Luka
Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan film transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang membantu pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi lingkungan dasar luka secara alami.
Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka. Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive, berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk juga dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
Pada luka tekan balutan luka sangat berperan penting dengan fungsi sebagai berikut:
• Membantu melindungi luka dari injuri yang berulang
• Membantu melindungi luka dari kuman penyakit dan mencegah luka terinfeksi
• Membantu menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung penyembuhan luka
• Menambal bagian luka terutama bagian yang mati
Balutan luka yang tersedia sangat bervariasi. Tidak seperti balutan atau pembalut kasa yang biasa, balutan luka khusus karena mereka membantu menciptakan tingkat kelembaban pada luka. Pada masa kini hasil-hasil dari penelitian menyatakan bahwa tingkat kelembaban mendukung kesehatan kulit, kelembaban memberi kesempatan yang lebih baik untuk proses penyembuhan. Konsep inilah yang disebut dengan ”moist wound healing.”
Perlindungan untuk Luka
Meskipun kita berfikir sebaliknya, membiarkan balutan tidak dibuka/diganti dalam beberapa hari sangat membantu dalam proses penyembuhan awal karena luka tidak terganggu. Hal ini sangat penting karena situasi kelembaban lingkungan luka dapat dipertahankan dengan baik sesuai dengan suhu tubuh, kondisi ini akan mendukung penyembuhan luka. Untuk penjelasan lebih lanjut, penggantian balutan yang lebih sering mengakibatkan suhu luka menurun/dingin akibat terpapar dengan udara. Hal ini akan mengakibatkan perlambatan proses penyembuhan hingga suhu luka menjadi hangat kembali. Jadi, penggantian balutan duka yang tidak terlalu sering sudah sangat jelas dapat membantu proses penyembuhan.
Sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana kelembaban dapat menyembuhkan lebih ceat adalah dengan melidungi/membalut luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang diikuti oleh pergerakan sel-sel epidermal dengan mudah menyebrangi permukaan luka, untuk menyembuhkan luka. Pada lingkungan luka yang kering, sel-sel epidermal harus menyusup melalui terowongan yang lembab dan mensekresi enzym untuk kemudian mengangkat keropeng dari permukaan luka sebelum sel-sel bermigrasi dan selanjutnya baru memulai proses penyembuhan.

Berbagai tipe ”moist wound dressing” (balutan luka yang mampu mempertahankan kelembaban)
Ada beberapa tipe balutan luka dan lebih dari satu dapat direkomendasikan untuk dipakai merawat luka hingga sembuh. Untuk hal ini, kita perlu memahami tentang tipe balutan luka yang dapat kita pilih dan gunakan, yang akan dijelaskan berikut ini
.
Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan pada tahap awal masa pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase. Balutan busa nyaman dan lembut bagi kulit dan dapat digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk, ukuran, dan ketebalan dari busa tersebut sangat bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada permukaannya.
Contoh :


Foam silikon lunak/balutan yang menyerap
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekap pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.
Contoh :


Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid
Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga elastis, merekat, dan dari agen-agen gell (seperti pectin atau gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap lainnya. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk membentuk seperti gel yang menciptakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka. Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan, dan digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka, derajad paparan kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia. Balutan hidrokoloid tidak biasa digunakan pada luka yang terinfeksi.
Contoh :

Hydrogels
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan luka.
Contoh :

Hydrofibers
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka untuk membentuk gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka.
Contoh :

Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar ganggang laut. Alginate tersedai dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan hidrofiber merupakan tipe produk yang sama. Paa kasus ini, alginate akan menjadi lunak, tidak lengket dengan luka. Alginate juga digunakan pada luka dengan drainase sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan pada luka yang kering. Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk luka yang akan dibalut, atau dapat dilapisi untuk menambah penyerapan.
Contoh :

Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi dari serat lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah lembab normal saline. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal saline, digunakan untuk debridement non selektif (mengangkat debris dan atau jaringan yang mati). Banyak kasa yang bukan tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau campuran bermacam serat yang ditenun seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak, dan lebih menyerap. Beberapa balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan untuk debridemen, berisi bahan-bahan yang mendukung penyembuhan. Produk lainnya berisi petrolatum atau elemen penyembuh luka lainnya dengan indikasi yang sesuai dengan tipe lukanya.
Dengan memahami hal tersebut diatas maka perawat dapat memilih balutan yang tepat untuk digunakan saat merawat luka.
Transparan Film
Contoh:

Pembersih Luka
Membersihkan permukaan luka dengan mengangkat bakteri dan drainase. Produk yang digunakan dapat mengandung deterjen. Dapat juga digunakan normal saline untuk membersihkan luka tanpa membahayakan jaringan yang baru tumbuh.
Contoh :

Penyembuhan luka membutuhkan pendekatan :
1. Patient centered: ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan sesorang menderita luka dan atau luka kronik. Kita dapat mengembangkan rencana penanganan yang baik tetapi bila pasien tidak melibatkan pasien akan berhasil.
2. Holistic: praktek yang baik membutuhkan pengkajian pasien ”whole”/secara menyeluruh, bukan ”lubang pada pasien”/”hole in the patient”. Semua kemungkinan faktor-faktor yang berkontribusi harus dieksplorasi.
3. Interdisciplinary: perawatan luka adalah bisnis yang komplek membutuhkan ketrampilan dari berbagai disiplin, ketrampilan perawatan, fisioterapis, terapi okupasi, dietisian, dan dokter umum dan spesialis (dermatologis, bedah plastik, dan bedah vaskular sesuai dengan yang dibutuhkan). Kadang-kadang memerlukan/melibatkan pekerja sosial.
4. Evidence based: pada saat ini lingkungan penanganan harus berdasarkan pada kebaikan dan ”cost efekctive”.

MODERN WOUND DRESSING



Manajemen Perawatan Luka Modern

I. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.
II. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
III. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap). Disamping itu, proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Terkait dengan fase penyembuhan luka, ada 3 tahapan yang saling berhubungan satu sama lainny, antara lain:
a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul setelah terjadi injuri, kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor, dolor, color, functio laesa. Kondisi ini juga merupakan awal terjadinya haemostasis sedangkan fagositosis terjadi pada fase akhir dari fase inflamasi ini. Lama fase ini bisa singkat jika tidak ditemukan adanya infeksi pada luka.
b.Fase.proliferasi.or.epitelisasi
Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak merah segar, mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin dan hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada 48 jam pertama.
c. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun. Pada fase ini akan terbentuk jaringan kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut (scar tissue) yang tumbuh sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Pada fase ini juga terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
III. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
Status Imunologi, kadar gula darah (impaired white cell function, hidrasi (slows metabolism), nutritisi, kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema), suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri (causes vasoconstriction), corticosteroids (depress immune function).
IV. Pengkajian Luka
A.Kondisi,luka
1.Warna.dasar,luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),       epithelialising (pink)
2.Lokasi,ukuran,dan,kedalaman,luka
3.Eksudat,dan,bau
4.Tanda-tanda,infeksi
5.Keadaan,kulit,sekitar,luka:warna,dan,kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B.Status,nutrisi,klien:BMI,kadar,albumin
C.Status,vascular:Hb,TcO2
D.Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
V. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
  1. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
  2. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
  3. Menurunkan resiko infeksi
  4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
  5. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
  6. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
  1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
  2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
  3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
  4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
  5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
  1. Apakah suplai telah tersedia?
  2. Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
  3. Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
  4. Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
  5. Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
  6. Bagaimana cara mengevaluasi?
B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
  • Semi-permeable primary atau secondary dressings
  • Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
  • Conformable, anti robek atau tergores
  • Tidak menyerap eksudat
  • Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
  • Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
  • Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
  • Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
  • Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
  • Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
  • Waterproof
  • Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
  • Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
  • Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
  • Terbuat dari rumput laut
  • Membentuk gel diatas permukaan luka
  • Mudah diangkat dan dibersihkan
  • Bisa menyebabkan nyeri
  • Membantu untuk mengangkat jaringan mati
  • Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
  • Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
  • Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
  • Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
  • Polyurethane
  • Non-adherent wound contact layer
  • Highly absorptive
  • Semi-permeable
  • Jenis bervariasi
  • Adhesive dan non-adhesive
  • Indikasi : eksudat sedang s.d berat
  • Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
  • Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
  • Zinc Oxide (ZnO cream)
  • Madu (Honey)
  • Sugar paste (gula)
  • Larvae therapy/Maggot Therapy
  • Vacuum Assisted Closure
  • Hyperbaric Oxygen
VI. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
  • Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
  • Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
  • Untuk merangsang granulasi
  • Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
  • Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
  • Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
  • Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
  • Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
  • Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
  • Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
  • Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
  • Wound culture – systemic antibiotics
  • Kontrol eksudat dan bau
  • Ganti balutan tiap hari
  • Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
  • Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
  • Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
  • Moist wound surface – non-adherent dressing
  • Treatment overgranulasi
  • Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
  • Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
  • Transparent films, hydrocolloids
  • Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
  • Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
  • Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
  • Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam
VII. Evaluasi dan Monitoring Luka
  • Dimensi luka : size, depth, length, width
  • Photography
  • Wound assessment charts
  • Frekuensi pengkajian
  • Plan of care
VIII. Dokumentasi Perawatan Luka
  • Potential masalah
  • Komunikasi yang adekuat
  • Continuity of care
  • Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
  • Harus bersifat faktual, tidak subjektif
  • Wound assessment charts
IX. Kesimpulan
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
X. Referensi
  1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
  2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
  3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
  4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
  5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
  6. Ririn Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia. www.joannabriggs.org.au
  7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health